Singa, Anak Domba dan Takhta Allah

Michael Mangowal
14 min readApr 20, 2021

--

Gambaran Umum

Umat Kristen di Filadelfia diingatkan bahwa mereka dapat menjadi tiang tiang didalam kaabah Allah.

Sekali lagi disini kita lihat pentingnya pemahaman istilah istilah dalam kaabah di perjanjian lama untuk dapat mengerti bahasa simbol dalam kitab Wahyu. Kaabah di perjanjian lama, dengan semua upacara-upacara Sabat dan perayaan-perayaan nya (yang menunjuk kepada kedatangan Yesus yang pertama) telah digenapi dalam pelayanan Yesus.

Nasihat bagi jemaat di Laodicea datang dalam bentuk undangan yang indah untuk menerima kehidupan Yesus yang tak berdosa menggantikan kehidupan mereka yang penuh dosa. Himbauan kepada masing-masing dari ketujuh jemaat tersebut mewakili juga apa yang Yesus ingin terjadi dalam kehidupan dari setiap pengikut Kristus.

Berikut ini kita akan melihat khayal yang baru yang akan memberi motivasi bagi pengikut Kristus agar mau melakukan perubahan.

Sebelum kita mulai

Ketika kita melanjutkan mempelajari kitab Wahyu, kita akan melihat sebuah prinsip yang baru terulang beberapa kali.

Kata-kata terakhir dari sebuah adegan khayal seringkali dapat merangkum apa yang baru saja dibahas dan memperkenalkan poin-poin penting yang menjadi kunci untuk memahami apa yang akan tampil dalam adegan berikutnya.

Ayat-ayat seperti itu kita sebut sebagai ayat petunjuk arah.

Ayat Petunjuk Arah

Berikut adalah Ayat Petunjuk Arah untuk menolong kita mengerti perihal Meterai

  • Wahyu 3:21 memberi kita ringkasan dasar mengenai isi dari apa yang akan diberikan dalam Wahyu pasal 4 sampai pasal 7, di mana kita diberikan penglihatan suasana tahta Allah diikuti oleh tujuh meterai.
  • Dalam surat kepada masing-masing tujuh jemaat, dimana “mereka yang menang” dijanjikan mendapat imbalan; janji kepada Laodikia ‘adalah puncaknya dan merupakan janji yang terbaik — yaitu akan duduk dengan Yesus di atas takhta-Nya. Tetapi kita harus menunggu sampai Wahyu 4 untuk mengerti tentang ruang tahta Allah.

Pemandangan Tahta Surgawi

Dalam Wahyu 4: 1, kita mulai melihat apa yang terjadi di surga: “. … dihadapan saya ada sebuah pintu terbuka di surga”.

Wahyu 4 dan 5 mengungkapkan pemandangan ruangan takhta Allah di surga.

Allah Bapa berada di atas takhta di pasal 4, dan dalam pasal 5, Yesus berdiri di tengah-tengah takhta. Bahkan sebelum Pasal 7 kita sudah melihat sang Penebus bergabung dalam ibadah surgawi.

Diantara Pasal 5 dan Pasal 7 kita dapati pasal 6, yang adalah merupakan pembukaan meterai untuk mengungkapkan informasi penting tentang bagaimana orang-orang kudus akan menang sehingga mereka dapat duduk di tahta bersama dengan Yesus. Setiap meterai akan terkait langsung dengan pengalaman umat Allah dalam mengalahkan Dosa.

Dengan demikian makna dari meterai-meterai tersebut mencakup rentang periode waktu ketika gereja mengalami kemenangan. Rentang waktu gereja ini adalah mulai dari zaman Yohanes terus menelusuri sejarah sampai Yesus datang kembali dan membawa umat-Nya kerumah, di mana mereka akan berbagi tahta dengan-Nya.

Adegan dimulai dengan apa yang terjadi di tempat kudus surgawi kemudian bergeser ke bumi.

Dalam khayal ini, kita menyaksikan salah satu peristiwa yang paling menentukan dalam sejarah semesta alam: yaitu Kristus ditinggikan setelah kenaikan-Nya ke surga ketika Dia diurapi menjadi Raja

Ketika kita bergerak melewati pemandangan ini, mari kita simpan Wahyu 3:21 untuk diingat sebagai papan petunjuk, panduan untuk pasal ini.

“Barangsiapa yang menang, Aku akan berikan hak untuk duduk dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Aku telah menang dan duduk dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya. “

Baca Wahyu pasal 4 & 5

Adegan Wahyu 4 dan 5 adalah salah satu yang paling dramatis dalam Alkitab.

Pikiran kita membayangkan bagaimana ibadah di surga berlangsung. Adegan dimulai secara perlahan tetapi kemudian semakin kuat dan kuat , yang dalam istilah musik adalah “Cresendo” sampai seluruh alam semesta menjadi satu paduan suara besar yang bersahutan, mengumandangkan pujian bagi Anak Domba dan Dia yang duduk di takhta (lihat Wahyu 5: 11–14). Adegan kemudian ditutup dengan keempat makhluk mengucapkan “Amin,” diikuti oleh keheningan yang menggemuruh.

Ada bahaya nya ketika pembaca akan menelusuri bagian bagian seperti Wahyu 4 dan 5 adalah kecenderungan untuk terlalu banyak meneliti setiap detail, yang akhirnya dapat membuat kita kehilangan gambaran utamanya.

Tujuan di bab 4 dan 5 adalah untuk menetapkan:

  • Kebesaran ruang takhta surgawi,
  • Kebesaran Allah, dan
  • Dengan demikian, kemuliaan Anak Domba yang disembelih.

Ruang takhta Allah mengalahkan semua kebesaran dan kekuasaan duniawi dihempaskan kedalam debu.

Ketika seseorang telah memiliki sekilas pemandangan gerbang surga yang terbuka, maka tidak masuk akal apabila orang itu untuk terus takut kepada kekuasaan duniawi atau bahkan kepada manusia tertentu.

Bagian ini mengajak kita untuk membuang semua kebesaran duniawi ke dalam bayang-bayang kekuasaan Allah dan kemuliaan Nya yang besar, dan mengakui Allah sebagai satu-satunya yang perlu disembah.

Ketika kita benar-benar mengenal Allah, kita akan mengerti ibadah yang benar.

Berdasarkan Wahyu 4: 1, fokus utama dalam Kitab Wahyu adalah perihal masa depan dari titik pandang Yohanes — pada sekitar tahun 95 AD.

Dengan demikian mengapa menulis buku tentang peristiwa masa depan?

Karena Allah ingin supaya kita tahu bahwa kita dapat mempercayai-Nya. Kita tidak perlu tahu segala sesuatu yang Dia lakukan selama kita tetap berada dekat dengan-Nya dan mengikuti-Nya.

Wahyu 4: 1 dimulai dengan kalimat “pintu … terbuka di surga.” Apa yang akan kita saksikan, akan berlangsung di ruang tahta surgawi.

Dalam khayal, Yohanes mampu melihat jelas ke dalam bait Allah yang di surga — sesuatu yang akan dia alami juga pada beberapa peristiwa kedepan dibuku ini — untuk menjadi saksi akan apa yang terjadi di surga ketika peristiwa-peristiwa dibumi berlangsung.

Dalam dunia kuno, tahta kerajaan memiliki arti kekuasaan dan otoritas. Dalam pasal ini, takhta Allah ditampilkan sebanyak 12 kali, dalam berbagai posisi dari arah dan lokasi yang berbeda.

Kata-kata yang digunakan adalah

  • “didalam”,
  • “disekitar,”
  • “dari takhta itu,”
  • “dihadapan” dan
  • “sekitar takhta. “

Takhta adalah pusat segala sesuatu yang terjadi dalam pasal ini.

Apa yang dilambangkan dengan tahta Allah ?

Orang yang duduk di atas takhta memiliki hak untuk memerintah sebuah wilayah, bangsa atau kelompok bangsa-bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa isu sentral di sini adalah hak untuk memerintah dan bagaimana hak itu dilaksanakan di sorga.

Sementara Kitab Wahyu biasanya mengaitkan kata “takhta” dengan Allah, hal yang sama berlaku untuk Setan dan para pengikutnya juga (lihat Wahyu 2:13, 13: 2).

Dengan bobot dan peran penting dari tahta di sini menggambarkan bahwa pasal ini merupakan proses yang menentukan dalam konflik antara Allah dan Setan perihal kekuasaan atas alam semesta. Wahyu 4 dan 5 menggambarkan peristiwa penting dalam perang tersebut — yaitu kematian Anak Domba dan dimuliakannya Yesus keatas takhta Allah.

Umat ​​manusia dalam berbagai cara yang berbeda-beda — terus mempertanyakan — “Apakah ada Allah dan jika demikian, apakah Dia juga memikirkan kita ?”

Ketika kita melihat Wahyu 4 dan 5, kita melihat bahwa Allah mengendalikan segala sesuatu; tetapi ada beberapa masalah yang harus diluruskan.

Dalam Wahyu 4, kita tidak berurusan dengan suatu waktu kejadian tertentu tetapi kita melihat gambaran secara umum.

Takhta tersebut tidak muncul ketika Yohanes sedang melihat khayal tersebut. Tidak ada sesuatu yang baru muncul, Hal ini ditegaskan dalam Wahyu 4: 9 — “Setiap kali makhluk hidup mempersembahkan puji-pujian ….” Pujian yang diberikan dalam Wahyu 4:11 yaitu pujian yang sedang berlangsung.

Adegan yang dimulai di Wahyu 5: 1 berlangsung pada waktu tertentu. Ini adalah pemandangan tentang krisis. Semua pujian tiba-tiba berhenti dan semua orang tampak menuju tahta dengan kekaguman dan keheningan.

Ruang tahta Allah

Wahyu 4

Pertama, mari kita lihat Wahyu 4 dengan lebih rinci.

Dalam ayat 2, kita melihat “Dia yang di atas takhta” -Allah Bapa.

Dalam ayat 3, pelangi mengingatkan kita pada janji yang diberikan Allah setelah banjir, yang tercatat dalam Perjanjian Lama. Ini adalah janji kepada sebuah harapan.

Dalam ayat 4, kita melihat 24 tua-tua di sekitar tahta. Mereka berpakaian putih dan memakai mahkota di kepala mereka.

Tidak ada satupun ayat di Alkitab yang menyebutkan malaikat sebagai Tua-Tua. Sebutan Tua-tua diberikan hanya untuk manusia. Bukti-bukti menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang diangkat dari bumi. Berikut adalah beberapa alasannya:

  • Mereka mengenakan jubah putih. Dalam Wahyu, ini adalah pakaian orang-orang yang setia kepada Allah.
  • Mereka memakai Stephanos mahkota di kepala mereka, yaitu mahkota kemenangan. Stephanos adalah mahkota kemenangan, berbeda dengan Diadema, mahkota kerajaan. Stephanos tidak pernah dipakai oleh malaikat karena mereka tidak berperang untuk mencapai kemenangan. Manusia memakainya sebagai tanda kemenangan .
  • Angka 24 adalah simbol dari dua set 12. Dua belas adalah angka penting dalam Wahyu. Perhatikan seberapa sering angka ini muncul dalam Wahyu, terutama ketika berbicara tentang kota suci. Di gerbang kota suci, terdapat nama dari masing-masing 12 suku Israel dan di atas fondasi dinding terdapat nama-nama ke12 rasul.Kedua angka ini berkaitan dengan umat Allah.
  • Di kaabah duniawi, ada 24 kelompok imam yang bergiliran melakukan pelayanan di tempat kudus (lihat 1 Tawarikh 24: 4–19). 24 tua-tua itu terus terlibat dalam ibadah dan dalam memanjatkan doa bagi orang-orang kudus kepada Allah (lihat Wahyu 5: 8), yang merupakan tugas keimamatan.

Bukti menunjukkan ke 24 tua-tua dalam Wahyu 4 adalah orang-orang kudus dimuliakan yang mewakili mereka yang telah ditebus dari segala zaman.

Tidak dijelaskan bagaimana mereka bisa berada di surga tetapi peneliti alkitab memperkirakan mereka bisa saja adalah orang-orang yang diangkat naik kesurga ketika Yesus mati (lihat Matius 27: 51–53). Jika kita bandingkan dengan apa yang dikatakan Paulus dalam Efesus 4: 8 maka kita dapati bahwa ketika Yesus naik ke surga Ia membawa sejumlah “tawanan” bersama-Dia. Dengan demikian menjawab pertanyaan sebelumnya : mereka naik ke surga bersama Yesus sebagai saksi mewakili umat manusia atas keadilan Allah dalam semua perbuatan-Nya.

Ketika persiapan untuk upacara pelantikan di surga sedang dilaksanakan, perwakilan dari umat manusia ini akan diantar masuk ke ruang tahta sebelum upacara dimulai. Dengan demikian, utusan dari seluruh alam semesta, termasuk manusia, dapat menyampaikan persetujuan mereka pada saat penobatan Kristus dalam Wahyu 5.

Dalam ayat 5, “Tujuh Roh Allah” kemungkinan besar mewakili Roh Kudus dalam arti yang sempurna.

Angka tujuh digunakan dalam Wahyu untuk menunjukkan kepenuhan dan kesempurnaan.

Dalam ayat 6, kita melihat empat makhluk: singa, lembu, seorang pria dan elang yg terbang. Gambaran ini menyerupai makhluk yang terdapat dalam penglihatan Yehezkiel dan diidentifikasi sebagai kerub (lihat Yehezkiel 10: 10–22).

Kitab Gulungan dan Meterai

Wahyu 5

Dalam ayat 1, kita melihat sebuah gulungan di tangan Allah. Bagian luar nya disegel dengan tujuh meterai.

Untuk menjaga keabsahan isi dari sebuah dokumen legal, maka bagian akhir dari dokumen legal tersebut akan di cap dengan sebuah cincin . Selanjutnya, untuk melindungi dokumen agar tidak dibaca orang, maka akan diikat dengan benang, lalu kemudian disegel dengan gumpalan tanah liat atau lilin. segel yang tidak rusak menunjukkan bahwa dokumen belum pernah dibuka. Hanya pemilik saja yang bisa membongkar segel dan membaca isinya.

Di zaman Yohanes, praktek penyegelan dokumen penting dengan menggunakan lebih dari satu segel tersebar luas di kawasan Timur kuno. Menurut hukum Romawi, surat waris atau surat pernyataan harus disegel dengan minimal tujuh meterai oleh para saksi untuk membuat isinya tetap asli.

Kitab yang dimeteraikan oleh Yohanes jelas tampaknya digulung, diikat dengan tali dan disegel di sepanjang tepi luar dengan segel lilin ditempelkan. Ini berarti tidak bisa dibuka dan isinya akan terbuka setelah semua tujuh meterai dirusak. Membuka seluruh tujuh meterai adalah persiapan untuk membuka gulungan itu dan pengungkapan isinya.

Pemandangan Kristus duduk di tahta bersama dengan Bapa setelah kenaikan-Nya di Wahyu 5 adalah sama seperti yang dijelaskan dalam Wahyu 3:21.

Dalam beberapa hal , upacara penobatan mengikuti upacara pengangkatan yang dilakukan bagi raja-raja Israel. Di sini, sekali lagi, kita kembali ke Perjanjian Lama untuk membantu kita memahami pentingnya perihal apa yang terjadi.

Janji nya adalah bahwa suatu hari kelak, seseorang akan menjadi layak untuk duduk di atas takhta Daud, raja yang paling terkenal di Israel. Mesias — atau yang Diurapi — telah menjadi “anak Daud” dan dari suku Yehuda.

Mesias yang akan datang sering disebut sebagai “Singa dari suku Yehuda.” Singa adalah simbol dari suku Yehuda.

Dalam upacara penobatan raja Israel, tahap pertama adalah di kaabah dan tahap kedua adalah di istana, di mana lambang kerajaan diberikan kepada raja. Dia kemudian diurapi dengan minyak. Sangat menarik untuk dicatat bahwa kata Ibrani untuk “Mesias” diambil dari urapan ini, dan menjadi terkait dengan harapan bahwa Mesias (kata Ibrani) atau Kristus (setara bahasa Grika, dari kata Ibrani) suatu hari kelak akan datang ke bumi.

Acara penobatan ditutup dengan sorak gembira dari para hadirin sebagai pengakuan atas kekuasaan raja yang baru . Kemudian ia menjadi pemimpin dan hakim di Israel.

Raja Israel diminta untuk menyalin sebuah gulungan sebagai simbol pemindahan kekuasaan. Ulangan 17: 18–20 memberi petunjuk bagaimana raja menulis salinan hukum perjanjian. Sebagai tugas pertama, raja adalah untuk membuat salinan itu untuk dirinya sendiri dan membacanya, mempelajarinya dan menaatinya.

Itu adalah buku perjanjian — dalam banyak hal itu adalah konstitusi bangsa. Ini menunjukkan bagaimana Allah siap untuk berinteraksi dengan umat-Nya, memberkati mereka ketika mereka mematuhi dan menghukum mereka ketika mereka tidak menurut.

Kepemilikan buku perjanjian, dan kemampuan untuk membuka dan membacanya menunjukkan hak raja untuk memerintah.

Sejarah Perjanjian Lama menunjukkan bahwa hanya sedikit raja Israel yang mematuhi kitab perjanjian.

Setiap kali raja tidak mengikuti petunjuk dari buku perjanjian, para nabi akan menyatakan dan mengumumkan bahwa buku hukum perjanjian ini akan disegel. Yesaya 29: 9–14 menunjukkan dimana Alkitab tidak dapat dibaca karena di meteraikan dan disegel akibat ketidaktaatan.

Secara simbolis, ini menggambarkan ketidakmampuan manusia untuk melihat dan memahami kehendak Allah yang dinyatakan.

Ketika Yesus berada di bumi, ketika itu Israel tidak lagi dipimpin oleh seorang raja di atas takhta — maka Yesus dari garis keturunan Daud memimpin rakyat untuk hidup selaras dengan kitab perjanjian. Banyak orang rindu akan kedatangan Dia yang dijanjikan , untuk memberi mereka kepemimpinan yang mereka butuhkan. Perjanjian Baru mengakui bahwa janji itu telah digenapi didalam Yesus (lihat Lukas 1:32, 33, 4:18, 19; Kisah 2:26).

Dalam Wahyu 5, gulungan kitab yang tertutup oleh meterai melambangkan janji Allah dalam menyediakan kerajaan bagi umat-Nya.

gulungan Kitab tersebut diserahkan kepada Kristus, menunjukkan bahwa pengorbanan yang dilakukan melalui kematian dan kebangkitan Nya telah menggenapi janji itu.

Dalam menerima gulungan kitab itu, Kristus diberi Kuasa Ke-Allahan : wewenang dan kuasa untuk memerintah.

Kelayakan pada saat krisis

Namun pemandangan di surga ini mencapai titik krisis dalam Wahyu 5: 3, 4.

Yohanes menangis karena tidak ada satupun yang layak. Ini artinya umat manusia menghadapi masalah: karena kitab perjanjian itu dimeteraikan.

Kita semua telah melanggar perjanjian itu dan adalah wajar apabila kehilangan tempat kita dalam kerajaan Allah. Kita hanya layak untuk menerima kutukan dari buku ini, yang berasal dari retaknya hubungan antara Allah dan umat manusia.

Dalam Wahyu 5: 5, Yohanes diperintahkan untuk melihat dan memandang Singa dari suku Yehuda, yang mampu membuka segel. Dia adalah anak Daud yang sesungguhnya dan dia telah menang.

Sangat kontras. Yohanes diperintahkan untuk melihat Singa Yehuda.

Singa adalah makhluk yang kuat. Ia berburu dan memakan mangsanya. Hewan lain takut dan gemetar ketakutan ketika dia mengaum.

Yohanes berpaling dan ia melihat se-ekor domba, makhluk kecil yang tak berdaya, mangsa yang tidak berdaya polos dan lugu, dan target yang gampang untuk hewan lainnya.

Fakta bahwa Yesus menang melalui kematian Nya, telah menantang cara cara manusia dalam melakukan segala sesuatu.

Kita lebih memilih untuk menghadap Allah menggunakan kekuatan dan usaha kita. Kita berusaha untuk menang dengan kekuatan kita, bukan kasih karunia Allah.

Tetapi melalui Anak Domba yang disembelih, kita mengerti bahwa kemenangan sejati datang melalui pengorbanan dan kelemahan. Pengorbanan Kristus mendorong kita untuk bergantung pada pembenaran Allah, bukan pada kemampuan kita sendiri atau usaha kita.

Yesus memberikan contoh kemenangan sejati dan surga memanggil kita untuk mengikuti-Nya.

Allah memiliki kualitas seperti singa tetapi , tampaknya bahkan seringkali , Dia tidak memilih untuk bekerja dengan cara ini.

Sebagai Singa, Dia memiliki kekuatan penguasa; sebagai Domba, Ia menunjukkan semangat pemimpin yang sejati.

Baca Yesaya 53: 4–7

Bagaimana Allah memperoleh kemenangan dan mengalahkan musuh-Nya?

Ia mengalahkan kematian melalui penyerahan diri kepada kematian.

Dalam Wahyu 5: 8, Anak Domba mengambil gulungan kitab itu dan dikatakan bahwa Ia layak karena Ia telah disembelih (lihat ayat 9).

Anak Domba mengambil buku itu dan ketika Dia melakukannya, lagu pujian keluar dari orang-orang yang ada di sekitar tahta. Ini adalah gambaran dari acara penobatan Kristus pada saat kenaikan-Nya ke surga. Dan ada sukacita di surga.

Pengorbanan Yesus diterima mewakili umat manusia. Sekarang Dia menjadi perantara kita di kaabah surgawi. Dia telah naik ke hadirat Allah dan melalui Dia, kita semua memiliki akses langsung kepada Allah.

Jadi segala sesuatu yang kita saksikan adalah aliran yang datang dari Kalvari. Wahyu 5 menggambarkan keadaan saat ketika Yesus di Bait Allah surgawi mendekati tahta Allah.

Anak Domba layak untuk membuka segel meterai karena Ia telah mati sebagai korban

Dia mengambil gulungan yang disegel meterai, sebagai simbol penyerahan otoritas dan kedaulatan yang mana Setan mencoba untuk merebut. Kemudian Dia duduk di atas takhta kerajaan alam semesta, di sebelah kanan Bapa, dan menerima pujian dan hormat yang layak khusus bagi keluarga kerajaan.

Raja dianggap sebagai pemimpin dan hakim, dan biasanya akan dilanjutkan untuk menghukum mereka yang telah memberontak dan melimpahkan berkat kepada mereka yang setia. Dengan demikian hal ini memberikan gambaran akan apa yang terjadi di seluruh Kitab Wahyu.

Dari ruang tahta Allah datang pernyataan keadilan bagi semua mereka yang menerima dan mereka yang menolak Pencipta mereka.

Sebuah pengingat akan apa artinya Pentakosta.

Adegan ini di surga cocok dengan Pentakosta di bumi, seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 2:32, 33. Pekerjaan Roh Kudus adalah untuk bersaksi tentang Yesus. Yesus berkata bahwa Ia harus pergi agar Roh Kudus datang (lihat Yohanes 16: 7).

Wahyu 5: 6 berbicara tentang Roh Kudus akan pergi keseluruh bumi.

Pentakosta adalah cara Tuhan memberitahu kita di bumi bahwa pelayanan Yesus telah diterima dan sekarang dimulai. Hal ini meletakkan dasar bagi kita untuk mempelajari dilepasnya ketujuh meterai. Kita berada pada jalur yang benar , yang merupakan tindak lanjut dari Kalvari.

Kalvari seolah-olah petir dan seluruh rentetan sejarah seperti bunyi guntur yang bergulir dilangit setelah petir tersebut.

“Lalu aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan di bumi dan di bawah bumi dan di laut, dan semua yang ada di dalamnya, bernyanyi:” Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa, selama-lamanya!’ Ke keempat makhluk mengatakan, ‘Amin. ‘Kemudian tua-tua jatuh tersungkur dan menyembah. “ (Wahyu 5:13, 14)

Yesus-Anak Domba-kini bergabung dengan Bapa di atas takhta, tindakan yang diantisipasi dalam Wahyu 3:21.

Alam semesta memuji Anak Domba yang disembelih

Nyanyian terakhir dalam serangkaian lima lagu pujian dalam Wahyu 4 dan 5:

1. Dalam Wahyu 4: 8, keempat makhluk menyanyikan sebuah lagu berdasarkan “Kudus, kudus, kudus” di Yesaya 6. Mereka mengarahkan lagu pujian mereka menuju “Dia yang duduk di takhta,” kemungkinannya adalah Allah Bapa.

2. Dalam Wahyu 4:11, 24 tua-tua memuji Allah tentang perbuatannya-Nya dalam penciptaan.

3. Dalam Wahyu 5: 9, 10, keempat makhluk dan 24 tua-tua bersama-sama memuji Anak Domba karena kematian-Nya di kayu salib.

4. Dalam Wahyu 5:12, malaikat dalam jumlah yang tak terhitung bergabung dalam paduan suara pujian untuk Anak Domba.

5. Akhirnya, dalam Wahyu 5:13, 14, Dia yang duduk di atas takhta bersama Anak Domba menerima pujian ketika seluruh alam semesta menyanyikan sebuah lagu pujian.

Yang terakhir dari lima lagu pujian adalah klimaksnya:

  • Dua lagu pujian pertama dinyanyikan bagi Dia yang duduk di atas takhta dengan fokus tentang Penciptaan.
  • Dua lagu pujian berikutnya dinyanyikan bagi Anak Domba dengan fokus tentang keselamatan.
  • Yang terakhir dari lima lagu pujian memuji keduanya yaitu bagi Dia yang duduk Diatas Tahta dan bagi Anak Domba bersama-sama.

Kita juga memperhatikan adanya peningkatan secara progresif (Cresendo) dalam ukuran kelompok yang menyanyikan lagu-lagu ini:

  • Keempat makhluk pertama-tama hadir , lalu 24 tua-tua berikutnya.
  • Dalam lagu pujian ketiga, keempat makhluk dan 24 tua-tua bergabung bersama dalam menyanyikan lagu pujian.
  • Dalam pujian keempat, paduan suara malaikat dalam jumlah yang sangat besar menyertai keempat makhluk dan 24 tua-tua.
  • Dan akhirnya, setiap makhluk di seluruh alam semesta menyanyikan lagu pujian kelima.

Urutan-urutan Wahyu 4 dan 5 bergerak menuju klimaks besar di mana Domba bergabung bersama Bapa di atas takhta.

Poin utama dari bagian ini adalah Domba yang ditinggikan statusnya menjadi sama dengan Bapa. Sementara status itu jelas telah dimiliki Yesus sebelum salib (lihat Wahyu 1: 12–18), setelah kematian-Nya, puji-pujian baru mengumumkan kemuliaan Yesus Kristus.

Pengorbanan diri Yesus yang begitu hebat di kayu salib mengangkat pujian-pujian surga ke pada tingkat yang baru yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Tidak akan adalagi pujian kepada Allah tanpa menyebutkan siapa Domba itu, apa yang telah dilakukan dan mengapa Ia dianggap layak menerima pujian.

Sukacita dan integritas alam semesta sekarang berpusat pada kelayakan Anak Domba.

Penulis: Dr. Jon Paulien & Dr. Graeme Bradford

Penterjemah : Michael Mangowal

Lanjut Episode#7 Empat Penunggang Kuda Apocalypse

--

--

No responses yet